PENGGUNAAN TEKNIK RFLP PADA PENANDA MOLEKULER DAN ANALISIS GENETIK TANAMAN
TUGAS BIOTEKNOLOGI TANAMAN
PENGGUNAAN TEKNIK
RFLP PADA
PENANDA MOLEKULER DAN ANALISIS GENETIK TANAMAN
Oleh :
Agus Mutiara
Iis Zubaidah
Rika Damayanti
Sally Yustisiana
PROGRAM STUDI
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN DAN
PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2015
I.
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Keragaman
tingkat genetik merupakan tingkat keragaman yang paling rendah dalam organisasi
biologi. Keragaman genetik sangat penting bagi tanaman untuk beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan yan terjadi disekitarnya. Informasi keragaman
genetik tanaman pada tingkat, individu, spesies maupun populasi perlu
diketahui, sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun straegi konservasi,
pemuliaan, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya genetik tanaman secara
berkelanjutan. Penilaian keragaman genetik tanaman dapat dilakukan dengan
menggunkaan penanda morfologi, biokimia dan molekuler DNA.
Keterbatasan
penanda morfologi ini mendorong perkembangan lain yang dapat langsung mengakses
ke bagian meterial yang mengendalikan karakter atau ciri suatu individu, yaitu
yang dikenal dengan penanda molekuler DNA. Penanda molekuler didefinisikan
sebagai segmen DNA tertentu yang mewakiliperbedaan pada tingkat genom. DNA
merupakan sumber informasi genetik yang potensial dan akurat. Penanda molekuler
ini memiliki keuntungan dibandingkan dengan penanda morfologi, yaitu stabil dan
dapat dideteksi dalam semua jaringan tanaman, serta tidak dipengaruhi oleh
lingkungan.
Zulfahmi (2013), Penanda molekuler DNA yang ideal memiliki kriteria sebagai berikut: a)
memiliki tingkat polimorfisme yang sedang sampai tinggi, b)terdistribusi merata
keseluruh genom, c) memberikan resolusi perbedaan genetik yang cukup, d)
pewarisan bersifat kodominan (dapat membedakan kondisi homozigot dan
heterozigot dan heterozigot dalam organisme diploid), e) berprilaku netral, f)
secara teknik sederhana, cepat dan murah, g) butuh sedikit jaringan dan DNA
sampel, h) berkaitan erat dengan fenotipe, i) tidak memerlukan informasi
tentang genom organisme, j) data mudah
dipertukarkan antara laboraturium.
RFLP adalah
penanda DNA pertama yang dihasilkan dari perbedaan sekuen nukleotida tanaman
yang berbeda. Perbedaan tersebut muncul karena mutasi yang terjadi pada waktu
lalu dan dideteksi sebagai variasi (polimorfisme pada perbedaan fragmen restriksi).
Mutasi yang terjadi seperti substitusi, delesi, insersi pada sekuen DNA akan
merubah tempat pemotongan (restriction
sites) enzim endonuklease sehingga dapat
merubah panjang fragmen DNA yang dihasilkan dan dideteksi sebagai penanda yang
mewaliki genotip suatu individu. Variasi panjang fragmen DNA hasil pemotongan
enzim restriksi dapat digunakan sebagai profil untuk identifikasi individu yang
dikenal dengan sidik jari DNA (DNA fingerprint) (Zulfahmi, 2013).
Analisis
RFLP pada tanaman melibatkan beberapa tahapan, yaitu ekstraksi DNA dari
tanaman, pemotongan DNA dengan enzim restriksi, fraksinasi ukuran fragmen pada
gel melalui elektroporensis, transfer fragmen DNA ke nylon membrane, kloning
fragmen DNA ke dalam plasmid, pembelahan probe DNA dengan radioaktif (32P) dan
hibridisasi probe DNA yang dilabel ke filter, pencucian dan ekspos filter pada
sinar x untuk memperoleh autoradiogram. Pola pita yang terlihat pada
autoradiogram mewakili fragmen restriksi yang homolog dengan sekuen probe.
Keuntungan penanda RFLP adalah polimorfisme yan relatif tinggi, bersifat
kodominan, memiliki lokus penanda yang spesifik dan hasilnya yang konsisten
antar laboratorium, sedangkan kekurangan dari RFLP adalah membutuhkan DNA
dengan kualitas tinggi sehingga perlu melalukan kstrasi DNA dalam skala besar,
relatif mahal, prosedurnya panjang dan menggunakan radioaktif.
Rhizoctonia
spp. yang berperan sebagai mikoriza ditemukan di anggrekan yaitu Rhizoctonia stahlii, R. mucoroides,
pada Dactylorhiza. Jamur tersebut
membantu pertumbuhan biji anggrek. Keberadaan mikoriza dalam tanah membantu
menyediakan unsur hara biji anggrek pada saat proses perkecambahan, terutama
kebutuhan unsur fosfor dan nitrogen. Mikoriza
anggrekan membentuk peloton yang berfungsi mensuplai sumber karbon dan nutrien
selama perkecambahan biji. Angrek Corallorhiza
maculata mempunyai variasi genetik terhadap berbagai jenis mikoriza (Haryuni et al, 2010).
Sudiono et al (2004), PCR-RFLP merupakan salah satu
metodeidentifikasi kelompok jasad hidup yang akurat dan cepat sehingga lebih
mudah diketahui kelompok jasad tersebut. Identifikasi dan karakterisas
molekuler Rhizoctonia spp. diharapkan
membantu mendapatkan fragmen-fragmen DNA yang lebih spesifik sehingga dapat
diketahui hubungan kekerbatannya secara akurat.
Epidemik penyakt virus merupakan kendala dalam meningkatkan produksi tomat di dunia
termasuk di indonesia. Jones et al.
(1991) melaporkan lebi ari 30 virus dapat menyerang tanaman tomat dan
mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Sedangkan di indoneia ada 5 virus yang
dilaporkan menyerang tanaman tomat yaitu : tobacco
mosaic virus (TMV), cucumber mosaic
virus (CMV), potato virus Y (PVY), potato virus X(PVX) dan tomato
rinspot virus (TRSV) dan gemini virus.
Keragaman
biologi gemini virus juga dapat untuk mengetahui penyebaran strain gemini virus
di beberapa areal di indonesia, oleh sebab itu penguunaan teknik restriction fragmen length polymorphism (RFLP)
diperoleh untuk mengidentifikasi penyebab strain gemini virus (Sudiono et al, 2004).
Azrai et al
(2003), Salah satu teknik yang dapat dilakukan dalam pencarian lokus karakter
ketahanan penyakit bulai adalah dengan bantuan marka restrikction fragmen length polymorphism (RFLP). Marka ini telah
banyak dikembangkan dan sangat berguna untuk mendeteksi variasi pada tingkat
DNA serta pemetaan dan pencirian gen dari berbagai spesies tanaman.
1.2.Tujuan
1.
Membantu
mendapatkan fragmen-fragmen DNA yang lebih spesifik dan diketahui hubungan kekerabatannya secara akurat.
2.
Membantu mendeteksi virus gemini pada tanaman tomat.
3.
Untuk
mengidentifikasi QTL karakter
ketahanan penyakit bulai pada tanaman jagung dengan menggunakan marka RFLP dan
prospek penggunaan marka tersebut sebagai alat bantu seleksi dalam program
pemiliaan.
II.
METODOLOGI
2.1. Bahan
Sudiono et al (2004), penelitian
ini dilaksanakan mulai bulan November 1999 sampai bulan Desember 2000 di
Laboratorium Virologi Tumbuhan dan Rumah Kaca Jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Dengan menggunakan daun
tanaman tomat yang sakit.
Haryuni et al (2010), penelitian ini dilakukan pada
bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2009 di Laboratorium Bioteknologi
Pertanian UGM dan Laboratorium Bioteknologi Pusat Penelitian dan Pengembangan
(Puslitbang) Perhutani Cepu. Isolat mikoriza Rhizoctonia yang berasal dari
Kelompok peneliti Fakultas Pertanian UGM dengan kode isolat (SR-8=A, SR-9=B,
dan TMG-2=C).
Azrai et al (2003), penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan 146 marka RFLP dilakukan oleh tim peneliti bioteknology
CIMMYT di laboratorium CIMMYT tahun 1995. Bahan genetik yang digunakan dalam
analisis genotipik adalah generasi S, dari genotipe recombinant imbreed line
(RILs) progeni CML 139 x Ki 3. Bahan genetik yang digunakan terdiri atas
134 famili tanaman jagung generasi S, dari genotipe RILs progeni CML 139 x Ki
3.
2.2. Metode
Menurut Sudiono et al (2004), pertama-tama dilakukan
ekstraksi DNA dari sampel jaringan tanaman dilakukan dengan mengikuti prosedur
Dellaporta (1983). Daun tanaman sakit (0,5-1 g) dimasukkan kedalam tabung
eppendorf kemudian di tambahkan 500 ml bufer. Setelah daun digerus tambahkan 50
ml phenol chloroform isoamylalcohol (PCI) (25:24:1) dan di vorteks dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit pada suhu 25° C dan
diambil supernatannya. Setelah diperoleh supernatannya kemudian ditambahkan 33
ml SDS 20% dan kemudian divorteks. Kemudian diinkubasi dengan suhu 65° C dan
diambil supernatannya. Langkah terakhir ini diulang sekali lagi. Kemudian DNA
hasil ekstraksi diamplifikasi dengan tekhnik PCR mengikuti prosedur Rojas et
al. (1993), dengan primer universal virus gemini (PAL1v 1978 dan
PAL1c 715). Primer akan mengamplifikasikan bagian gen protein replikasi dan
protein selubung dengan ukuran fragmen dna berukuran 1,6 kb. DNA virus gemini
hasil amplifikasi di analisis melaluinelektroforesis menggunakan jel agarose 1%
yang mengandung ethidium bromide. Untuk pengukuran menggunakan 1 kb ladder.
Sampel disiapkan dan kemudian diisikan dengan sumuran jet dalam pipa
mikro. Analisis hasil PCR dilakukan
dengan pemotongan fragmen DNA dengan empat macam enzim retriksi yaitu EcoRI,
PstI, Hind III dan BamHI. Sampel DNA hasil duplikasi dipotong dengan
enzim retriksi. Campuran enzim terdiri atas enzim retriksi 2 Ml, buffer 1 ml,
dan akuades 7 ml, dilanjutkan dengan inkubasi pada suhu 37° C selama 68 jam.
Hasil pemotongan divisualisasikan dengan elektroforesis agarose 1 %. Perbedaan
antar sampel ditujukan dengan adanya variasi ukuran pita DNA.
Menurut Haryuni et al (2010), pertama-tama dilakukan
ekstraksi DNA yaitu Isolasi DNA dilakukan dengan teknik CTAB (Cetyltrimetyl
ammonium bromide). Larutan CTAB ditambahkan PVP (Poly Vinil Pyrolidone).
Fragmen DNA pada gel agarose 1,5 % diamati dengan pewarnaan dan dideteksi
dengan penyinaran ultraviolet. Panjang gelombang 260 nm - 280 nm, batas
kemurnian DNA 1,8-2,0 (Anonim, 1999). Kemudian menguji kemampuan dari primer
ITS 1 (forward): 5'- CTTGGTCATTTAGAGGAAGTAA - 3' dan ITS 4 -B (reverse) : 5' -
CAGGAGACTTGTACACGGTCCAG -3' (Pharmacia Biotech, Sweden) untuk mengamplifikasi
bagian DNA ribosomal jamur. Amplifikasi dengan mesin PCR campuran dengan reaksi
total dalam volume 20 l, kemudian dimasukkan ke dalam mesin PCR (Biorad My
Cycler TM Thermal Cycler), hasil PCR dielektroforesis menggunakan gel agarose
1,5% dan marker (DNA Ladder). PCR pada tegangan 100 volt selama 25 menit,
kemudian gel diamati bagian fragmen DNA diatas UV transluminator. Hasil amplifikasi DNA dengan ITS 1 dan ITS 4.
Digunakan sebagai cetakan reaksi RFLP dengan enzim restriksi, yaitu Hinf1,
HaeIII, MspI, dan Bsrd I (New England Rbiolabs, Beverly, MA, USA). Hubungan kekerabatan antarisolat Rhizoctonia
didasarkan pada koefisien kesamaan pola fragmen DNA hasil PCR-RFLP dan
dendrogram UPGMA-NTSYS.
Menurut Muhammad Azrai et al
(2003), Pertama dilakukan analisis genotipik dengan 146 marka RFLP yang
polimorfis digunakan untuk membedakan 134 genotipe populasi RIL progeni 139 x
Ki 3. Penyekoran data yang digunakan adalah A untuk marka mendeteksi genotipe
mirip tetua tahan (Ki 3), B untuk marka yang mendeteksi genotipe tetua peka
(CML 139), dan H untuk marka yang mendeteksi genotipe heterozigot. Penelitian
disusun dengan rancangan Alpha Lattice dari 149 genotipe ditambah kedua
tetuanya pada 16 blok. Masing-masing
blok berisi 10 genotipe dengan dua ulangan. Namun jumlah genotipe yang
digunakan dalam analisis QTL hanya 134 genotipe populasi RILs, karena dari 149
genotipe populasi RILs, hanya 154 yang berhasil dalam analisis genotipik. Benih
genotipe yang di uji ditanam saat tanaman berumur 21 HST. Benih genotipe uji
masing masing ditanam dalam satu barisan sepanjang 2,5 cm, dua biji perlubang
dengan jarak tanamn 60 cm x 25 cm.
Pengamatan fenotipik dilakukan saat tanaman berumur 12, 21 dan 35 hari
setelah kemunculan atau saat tanaman berumur 17, 26 dan 40 HST. Data presentase
dari yang didapat dilapangan di transformasi dalam bentuk arc. Sin, kemudian
dianalisis berdasarkan model persamaan linier Alpha Lattice. Analisis
QTL dilakukan dengan regresi ganda. Dari hasil analisis tersebut, posisi QTL
yang mengendalikan ketahanan terhadap penyakit bulai dapat teridentifikasi.
Identifikasi posisi QTL dengan menggunakan marka disetiap kromosom dilakukan
pada puncak-puncak grafik regresi ganda dengan nilai thresold LOD> 3,0.
Karena genotipe yang digunakan merupakan populasi RILs, maka nilai derajat
bebasnya sama dengan 2. Dari analisis QTL tersebut, selain dapat diidentifikasi
QTL ketahanan layu bulai, juga diperoleh nilai besaran aditifnya.
III. HASIL DAN
PEMBAHASAN
3.1. Analisis
Keragaman Virus Gemini pada Tanaman Tomat dengan Teknik RFLP
Sudiono et al (2004), analisis RFLP DNA virus Gemini pada tanaman tomat
dari Bandung, Cisaat, Ciloto dan Cibeunying dengan enzim EcoRI, BamHI, PstI, dan Hind III, diharapkan menghasilkan pola restriksi DNA yang dapat
digunakan sebagai dasar untuk mengetahui adanya perbedaan sampel.
.
Penggunaan enzim EcoRI
menghasilkan tiga pita masing-masing berukuran sekitar 400, 500, dan 600 bp pada
sampel Bandung, Cisaat, dan Cibeunying. Sedangkan sampel Cilato tidak terpotong
oleh enzim tersebut. Demikian pula dengan pemotongan dengan enzim BamHI dan Hind III menghasilkan pita dengan ukuran yang sama sekitar 600 dann
900 bp pada ketiga sampel tersebut, tetapi sampel Ciloto tidak terpotong. Pada
enzim PstI tidak ada DNA yang
terpotong pada semua sampel. Dengan demikian virus gemini sampel Bandung,
Cisaat, Cibeunying memiliki pola pemtongan DNA yang sama sedangkan virus gemini sampel Ciloto memiliki pola yang berbeda dari
ketiga sampel terdahulu. Anaisis pola pemotongan enzim restriksi menunjukkan
kemungkinan adanya virus gemini yang berbeda strainnya. Pola pita hasil
pemotongan enzim restriksi virus gemini sampel Bandung, Cisaat dan Cibeunying
berbeda dengan virus gemini sampel Ciloto. Dimana teknik RFLP ini digunakan
untuk mengetahui perbedaan sampel dengan cara melakukan pemotongan terhadap DNA
hasil amplifikasi PCR.
3.2. Identifikasi
Kekerabatan Antar Isolat Mikoriza Rhizhoctania
spp dari Vanili dengan PCR-RFLP
Haryuni et al
(2010), PCR-RFLP enzim Hae III menghasilkan fragmen DNA pada semua isolat
berukuran kurang lebih 50 bp sampai kurang lebih 500 bp dengan jumlah 2 fragmen
DNA pada masing - masing isolat (Gambar 1). Ketiga isolat A, B, dan C tidak
terlihat adanya hubungan kekerabatan dengan pengujian enzim Hae III karena
memiliki pola fragmen DNA yang tidak mirip.
Elektroforesis hasil RFLP-PCR-ITS dengan menggunakan enzim
Bsrd I menunjukan bahwa restriksi produk PCR-ITS menghasilkan satu sampai 2
fragmen DNA pada masing-masing isolat (Gambar 1). Fragmen DNA yang dihasilkan
berukuran kurang lebih 250 bp sampai kurang lebih 750 bp.
Hasil elektroforesis ditransformasikan sebagai
dasar dendrogram dimana hasil dendrogram menunjukkan hubungan kekerabatan 80%
pada isolat B, dan C sedangkan isolat A dengan isolat B, dan C berada pada satu
garis lurus (0%) sehingga isolat A tidak ada hubungan kekerabatan dengan isolat
B, dan C dengan pengujian enzim Bsrd I. Nilai koefisien 80% pada isolat B
memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan isolate C. Kemampuan enzim Bsrd
I mampu membedakan isolate A dengan isolat B, dan C dimana mampu membedakan
pada tingkat spesies dan forma spesialis.
Elektroforesis hasil RFLP-PCR-ITS dengan menggunakan enzim
Msp I menunjukan bahwa restriksi produk PCR-ITS menghasilkan satu atau 2
fragmen DNA pada masing - masing isolat (Gambar 2). Fragmen DNA yang dihasilkan
berukuran kurang lebih 50 bp sampai kurang lebih 740 bp.
Hasil elektroforesis ditransformasikan dan digunakan sebagai
dasar data dendogram dimana hasil dendogram menunjukkan hubungan kekerabatan
67% pada isolat B, dan C. Kemampuan
enzim Msp I mampu membedakan antara isolat A dengan isolat B, dan C dimana
mampu membedakan pada tingkat spesies dan forma spesialis. Isolat A dengan
isolat B, dan C berada pada satu garis lurus (0%) sehingga dapat diartikan
bahwa isolat A tidak ada hubungan kekerabatan dengan isolat B, dan C dengan n
enzim Msp I.
Pada
Enzim Hinf I, hasil dendrogram menunjukkan
bahwa isolat A tidak ada hubungan kekerabatan dengan isolat B dan C, sedangkan
isolat B dan C mempunyai hubungan kekerabatan 63 %. Fragmen DNA (Gambar 2)
berukuran kurang lebih 100 bp sampai kurang lebih 325 bp.
3.3. Analisis
Hubungan Kekerabatan Isolat Rhizoctonia spp dengan PCR-RFLP
Hubungan kekerabatan berdasarkan hasil ITSRFLP. dendrogram
gabungan berdasarkan hasil analisa NTSYS elektroforesis restriksi daerah ITS
dengan 4 enzim Hae III, Bsrd I, Msp I, dan Hinf I dapat dibedakan menjadi dua
kelompok (Gambar 3). Kelompok I yaitu isolat A yang memiliki koefisien hubungan
kekerabatan 10% dengan isolat B dan C. Kelompok II isolat B, dan C memiliki
koefisien kekerabatan sebesar 63%, sehingga antara kelompok I dan kelompok II
mempunyai hubungan kekerabatan yang jauh. Nilai koefisien lebih besar dari 95%
menunjukkan bahwa isolat tersebut identik, sedangkan nilai koefisien 63-95%
menunjukkan tingkat kesamaan yang tinggi atau mirip (Kim et al., 2004).
Nilai koefisien
kesamaan menunjukkan hubungan kelompok yang memiliki karakterisasi struktur genetic
dengan pola fragmen DNA sebagai kontribusi terhadap evolusi adaptasi, bilogi,
biokimia, studi ekologi, dan diversifikasi genetik (Cai et al., 2006;
Wallace, 2006). Karakterisasi struktur genetik juga telah dilakukan pada galur
Ceratorhiza, Ceratobasidium, Thanatephorus, dan Tulasnella yang berperan
sebagai mikoriza (Taylor, 2008). Kelompok yang sama menunjukkan hubungan
kekerabatan dalam suatu populasi Rhizoctonia spp. Yang heterogen dari suatu
lahan melalui identifikasi dan pemantauan galur spesifik (Borges et al.,
2002). Metode ini sebagai dasar pengelompokan dan diferensiasi interatau
intrakelompok spesies (Toda et al, 1998).
3.4. Prospek penggunaan marka
RFLP dalam program pemuliaan
Azrai et al (2003), tujuan utama penggunaan
marka adalah untuk mendeteksi posisi QTL (Quantitative
Trait Loci) pengendali suatu karakter penting kemudian memilih marka yang
tepat digunakan sebagai alat bantu seleksi dalam program pemuliaan. Tidak semua
marka yang berasosiasi dengan QTL suatu karakter dapat digunakan sebagai alat
bantu seleksi, tetapi hanya marka yang berasosiasi dengan QTL yang memiliki
efek yang sangat kuat mengendalikan karakter penting tersebut yang dapat
digunakan. Kekuatan efek suatu QTL ditentukan oleh kerapatan pautan gen pada
suatu lokus, konsistensi informasi mengenai jumlah QTL, lokasi dan efek
genetiknya serta stabilitasnya dari pengaruh lingkungan.
Berdasarkan hal tersebut maka marka RFLP yang memenuhi syarat untuk digunakan sebagai alat bantu seleksi adalah bnl18.23-bnl5.47a pada kromosom 6
(Gambar 2).
Kedua
marka ini selain berasosiasi kuat dengan
QTL ketahanan penyakit bulai pada jagung di kedua lokasi penelitian, juga
berasosiasi kuat dengan QTL ketahanan
penyakit bulai pada jagung di beberapa negara seperti Thailand, India, dan
Filipina (AMBIONET 2001). Tingkat konsistensinya juga telah dibuktikan oleh George et al (2003) yang
mengkonfirmasi posisi QTL tersebut dengan marka SSR. Pada interval marka bnl18.23 - bnl5.47a di kromosom 6,
ditemukan tiga marka SSR yaitu bnlg1154, mmc0241, dan nc013 yang berasosiasi kuat dengan QTL ke- tahanan penyakit
bulai pada jagung di beberapa lokasi penelitian seperti Mandya dan Udaipur
(India), Maros (Indonesia), dan Thailand.
Konsistensi informasi
mengenai QTL pada progeni CML 139 x Ki 3 yang dideteksi dengan teknik RFLP telah dikonstruksikan oleh Khairallah et al (1998) untuk karakter ketahanan terhadap south westeren corn borer (SWBC). Teknik yang sama dan strain resistensi yang sama juga berhasil
dilakukan oleh Bohn
et al
(1997) pada populasi yang berbeda yaitu CML 131 dan CML 67 dan populasi CML 139 x Ki 3. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
posisi QTL pengendali ketahanan penyakit SWBC pada kedua populasi yang berbeda
terletak pada posisi yang sama yaitu pada kromosom 6 (bin 6.05). Hasil
yang diperoleh dalam penelitian ini dan beberapa hasil penelitian yang lain seperti yang diuraikan sebelumnya,
memberikan informasi bahwa hasil analisis QTL suatu karakter dapat
diekstrapolasi dari suatu populasi dengan
populasi yang lain.
IV. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan
uji PCR dengan primer universal (PAL1v 1978 dan PAR1c 715), tanaman tomat asal
Bandung, Cisaat, Ciloto dan Cibeunying terbukti terinveksi virus gemini. Teknik
RFLP dapat mengetahui keragaman virus gemini sampel Bandung, Cisaat, Cibeunying
memiliki pola pemotongan enzim yang sama sedangkan virus gemini sampel Ciloto
memiliki pola pemtongan yang berbeda dari ketiga sampel lainnya (Sudiono et al, 2004).
Haryuni et al
(2010), kekerabatan antar isolat mikoriza Rhizoctonia
dari Vanili berdasarkan analisis PCR-RFLP dengan enzim restriksi Hae III, Bsrd
I, Msp I, dan Hinf I, Rhizoctonia mikoriza isolat SR-8 tidak memiliki hubungan
kekerabatan dengan isolat SR-9 dan TMG-2, sedangkan kedua isolate terakhir
berkerabat dekat.
Azrai et al (2003), Dari 148 marka RFLP pada 134 populasi
genotipe RILs progeni CML 139 x Ki 3 yang digunakan dalam analisis QTL, terdapat 22 marka yang terdistribusi pada 8
kromosom di Maros dan 21 marka pada 9
kromosom di Bogor. Untuk kedua lokasi, 8 marka terdistribusi pada 4 kromosom yang berasosiasi dengan gen
ketahanan terhadap bulai, namun hanya 2 marka yang ber- asosiasi sangat kuat
dengan gen ketahanan penyakit bulai yaitu interval marka bnl18.23-bnl5.47a dan bnl5.47a. Kedua marka tersebut prospektif digunakan sebagai alat
bantu seleksi untuk mempercepat program pemuliaan dalam pembentukan kultivar
unggul jagung tahan penyakit bulai. Efek aditif yang terdeteksi dalam analisis
QTL di kedua lokasi pengujian pada umumnya bernilai negatif yang mengarah ke CML 139 (genotipe peka).
4.2.
Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini, semoga dapat bermanfaat
dalam pembelajaran Bioteknologi dan bagi pemakalah maupun pembacanya. Dan dalam
pembuatan makalah selanjutnya diharapkan lebih banyak menggunakan jurnal-jurnal
yang lainnya agar dapat menambah wawasan bagi penulis maupun pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Sudiono, Sri Hendrastuti Hidayat, Rusmilah Suseno, Soemartono
Sosromarsono. 2004. Penggunaan Teknik PCR dan RFLP untuk Deteksi dan Analisis
Keragaman Vius Gemini pada Tanaman Tomat yang berasal dari Berbagai Daerah di
Jawa Barat dan Lampung. J. Hama dan
Penyakit dan Tumbuhan Tropika Vol. 4, No. 2: 89-93n(20040. Issn 14117525
Azrai M, Fidaus Kasim, Sutrisno, Sugiono Moeljopawiro. 2003. Identifikasi
lokus Karakter Kuantitatif Ketahanan Penyakit Bulai Pada Jagung Menggunakan
Marka RFLP. Jurnal Bioteknologi
Pertanian, Vol 8, No. 1, 2003, pp 8-14
Haryuni, Bambang Hadisutrisno, Achmadi, Priyadmodjo, Jaka Widada. 2010. Kekerabatan Antar Isolat Mikoriza
Rhizoctonia Dari Vanili Berdasarkan Analisis PCR-RFLP. Agrosains 12(2): 34-38, 2010
Zulfahmi,
2013, Penanda DNA untuk Analisis Genetik Tanaman, Jurnal Agroteknology. Vol. 3 No.
2, Februari 2013:41-52
Comments
Post a Comment